Melalui jurnal ini saya ingin menyampaikan pesan bahwa berhati-hatilah mengunggah foto di internet, khususnya foto anak usia remaja.
Perkembangan dunia cyber crime sekarang makin mengerikan. Foto-foto
yang dicuri bisa dijadikan ajang fitnah terhadap keluarga Anda. Sekali
foto masuk di internet, Anda tidak bisa menariknya lagi. So, jangan asal
unggah foto di internet (tanpa memperhatikan setting privacy), kecuali
sudah merasa dikenal luas dalam dunia nyata!
Foto-foto yang dicuri itu untuk keperluan apa saja?
- Cyber Bullying, dengan mempermalukan anak tersebut di ruang publik.
- Penipuan transaksi seks.
- Layanan chat sex, phone sex.
- Dipajang di situs-situs porno setelah di photoshop. [Sidomi News]
- Untuk tujuan komersil.
- Pelampiasan emosi dengan berlindung dibalik foto orang lain.
- … dan lain-lain.
Sebagai contoh kasus, saya tunjukkan beberapa screenshot status Facebook dari akun bernama Meisya Candra Kartika [link: facebook.com/meisya.kartika.98?fref=ts] di akhir jurnal ini. Saat jurnal ini saya tulis, akun tersebut memiliki 9,253 followers. Woww! Hampir semua statusnya jahil sekali bunyinya. Salah satu contohnya ini:
.
Berdasarkan hasil investigasi, foto-foto narsis yang di-unggah adalah
bukan asli milik akun Meisya, namun hasil mencuri dari beberapa akun,
salah satunya bernama Puput. (Maaf, tidak perlu saya sertakan link nama
akun tersebut karena masih di setting terbuka/public. Kemungkinan
pemilik aslinya tidak tahu kalau foto-fotonya dicuri). Dengan
menggunakan fitur google image akan mempermudah investigasi atau
penelusuran pemilik foto asli.
Di bawah ini ada 2 kemungkinan mengapa akun jahil tersebut menggunakan foto orang lain:
[Kemungkinan #1] Untuk Gain Follower agar bernilai jual tinggi.
Teknisnya begini: Puput mengunggah foto-foto narsis sendirian di
facebook atau social media lainnya. Suatu saat ada orang yang mencuri
foto-foto Puput, ia bikin akun baru dengan nama berbeda. Sasaran korban
yang dicuri adalah akun yang memiliki puluhan foto didalamnya.
Selanjutnya, secara berkala (misal 2 hari sekali) ia unggah satu-persatu
foto curiannya tersebut di akun barunya itu untuk meyakinkan banyak
orang bahwa ia adalah real. Paralel dengan kegiatan unggah foto hasil
curiannya, ia memposting status-status penghinaan yang bertujuan untuk
mencari sensasi demi gain follower. Demi apa? Gain Follower. Untuk kelak
kemudian akun yang sudah mempunyai banyak follower tersebut dijual.
Kerjanya setiap hari hanya menciptakan sensasi dengan karakter antagonis
agar mendatangkan banyak pengunjung dan terpancing meninggalkan
komentar di sana, yang mana untuk meninggalkan komentar harus mem-follow
akun Meisya.
Ada banyak cara untuk gain follower sehingga akun social media-nya
itu mempunyai nilai jual tinggi. Salah satunya ya dengan kemungkinan #1
tersebut. Tidak aneh memang kalau sering bermunculan akun-akun sarap
pendulang sensasi, seperti akun Tuhan Cibi (Cherrybelle) yang berisi
kumpulan ayat-ayat Tuhan Cibi. Cara lainnya untuk gain follower dengan
memakai nama tenar seperti kasus yang pernah saya ungkap
di sini.
Akun-akun berfollower banyak ini siap dijual atau berevolusi menjadi
online shop penipuan, yang lebih sering menggunakan alamat Batam untuk
penjualan gadget. Dengan jumah follower yang banyak ini untuk untuk
meyakinkan calon pembeli bahwa online shop tersebut telah dikenal luas.
Setelah penipuannya berhasil, akun tersebut akan dengan mudah mengganti
nama akun menjadi nama online shop yang lain.
Akun-akun dengan banyak follower yang dijual ini juga menyasar pada
caleg untuk media kampanye, grup band baru, brand produk baru, dan
mereka yang pengen ngartis di socmed.
[Kemungkinan #2] Memang dasar anak durhaka.
Saya pernah membaca status – status yang menyampaikan rasa
kekecewaannya atau kekesalannya terhadap orangtuanya, namun baru kali
ini saya menemukan status – status seorang anak yang seperti kerasukan
jin ifrit merendahkan dan menghina orangtuanya. Kemungkinan ia memang
sengaja menghina orangtuanya, namun bersembunyi dibalik foto orang lain.
Berdasarkan kedua kemungkinan tersebut perkiraan saya cenderung
kepada kemungkinan #1. Ingat sebuah ungkapan: “bila ingin cepat kesohor,
kencingi sumur zamzam”. Beberapa kejanggalan saya temukan sehingga
pilihan saya bukan pada kemungkinan #2. Tapi itu tidak perlu saya bahas
di sini, nanti orang jahat yang baca jurnal ini akan belajar menutupi
kejanggalan tersebut
Namun, terlepas dari sifat pemilik akun tersebut, saya merasa miris
karena yang me-LIKE status-status edan tersebut begitu banyak jumlahnya,
bahkan sampai di atas seratusan. Apakah semuanya robot LIKE? Bisa iya,
bisa tidak. Dalam pandangan saya, siapapun yang me-LIKE status-status
gila tersebut adalah lebih durhaka dari pemilik akun Meisya Candra
Kartika, karena sama dengan memberikan pembenaran dengan penuh
kesadaran.
Lantas, bagaimana sikap kita terhadap akun-akun sarap seperti itu?
Ingat prinsip: “STOP Making Stupid People Famous!”
Maka Anda tidak perlu ikut waste time memberikan komentar di sana
meskipun hanya sekedar menasehati, apalagi terpancing marah. Karena
akun pencari sensasi tersebut memang dasarnya tidak butuh nasehat. Makin
diomongkan, makin senanglah dirinya, karena ini bisa mendulang
peningkatan follower, dengan memanfaatkan psikologis orang Indonesia
yang (cenderung) ‘bersumbu pendek’. Apalagi untuk memberikan komentar di
akun Meisya, Anda harus mem-follow-nya, nahh… jadinya malah masuk
perangkap, yang hanya bikin bertambahnya jumlah followernya. Ini makin
menguatkan pilihan saya untuk kemungkinan #1.
Anda hanya cukup melaporkan ke sistem administrator facebook atau me-REPORT ABUSE
akun tersebut. Tidak perlu Anda follow untuk sekedar kepo. Ini berlaku
untuk semua akun-akun gak jelas yang mencari sensasi dan menebar
kebencian. Mari bangun budaya dan sikap seperti ini, sayangi waktu Anda.
Sekali lagi, bayangkan kalau foto-foto yang dipakai dalam akun sarap tersebut adalah ANAKMU.
Biasanya foto-foto yang dicuri adalah foto anak-anak yang tidak dikenal
luas, sulit di-index di google, guna memperkecil kecurigaan.
Untuk menghindari pencurian foto anak kita itu caranya bisa dengan
langkah pro-aktif, misalnya bangun prestasi anak, sehingga pers
mencatat. Makin dikenal orang melalui berbagai liputan media massa,
makin kecil kemungkinan orang iseng mencuri dan memanfaatkannya, karena
pasti cepat ketahuan.
Kalau tidak mau dengan langkah pro-aktif di atas (tidak mudah
memang), ya sudah … ajari anak men-setting privacy akunnya dengan baik.
Atau bisa juga lebih ekstrim dengan tidak ada foto diri sama sekali,
guna benar-benar menghilangkan resiko, sampai anak benar-benar mampu
mengelola tanggungjawab-nya. Beres. Jangan biasakan anak bebas menjadi
Selebriti Dinding, maksudnya narsis habis di wall akun social media miliknya. Kalau foto bareng-bareng mungkin bisa dimaklumi, misalnya publikasi atas kegiatan sosialnya atau sekolahnya.
Mari selamatkan anak-anak kita dari kejahatan dunia maya.
.
——————————————————-
Screenshot beberapa status lainnya pada akun FB Meisya Candra Kartika.
Perhatikan juga jumlah yang me-LIKE status-status tersebut: